Thursday, 20 October 2016
Jenis-jenis Perjanjian Internasional
Dilihat dari jumlah atau pihak negara yang terlibat, perjanjian internasional tersebut dapat dikatagorikan menjadi perjanjian bilateral dan perjanjian multilateral.
a. Perjanjian Bilateral
Perjanjian bilateral adalah perjanjian yang dilakukan oleh dua negara. Oleh karena itu, perjanjian bilateral ini hanya mengatur hal-hal yang menyangkut kepentingan dua negara yang bersangkutan. Perjanjian bilateral ini sifatnya tertutup, artinya tidak ada kesempatan dan kemungkinan bagi negara lain (pihak ketiga) untuk ikut serta dalam perjanjian tersebut.
Contoh-contoh perjanjian bilateral, misalnya perjanjian yang dilakukan dan disetujui antara Indonesia dengan negara Republik Rakyat Cina pada tahun 1955 mengenai “Dwi Kenegaraan”, perjanjian antara Indonesia dengan negara Philipina tentang pemberantasan penyelundupan dan pemberantasan bajak laut”.
b. Perjanjian multilateral
Perjanjian multilateral adalah perjanjian internasional yang melibatkan lebih dari dua negara. Perjanjian ini tidak hanya menyangkut hal-hal yang berkenaan dengan negara-negara anggotanya, tetapi menyangkut negara-negara lain yang tidak ikut serta dalam menandatanganinya. Oleh karena itu, perjanjian ini sifatnya terbuka.
Contoh-contoh perjanjian multilateral misalnya:
1) Konvensi Jenewa pada tahun 1949, Tentang perlindungan korban perang.
2) Konvensi Wina pada tahun 1961 tentang hubungan diplomatik.
3) Dan pada tahun 1959 konpensi yang membahas tentang hukum kelautan.
Perjanjian ini pada pengesahaannya sering mendapatkan atau menimbulkan permasalahan, karena adanya negara yang menolak dalam menandatanganinya. Hal ini sering terjadi pada perjanjian-perjanjian atau traktat yang sifatnya “membentuk Hukum.”
Keterlambatan dalam meratifikasi perjanjian atau traktat pada umumnya disebabkan oleh berbagai hal di antaranya.
a. Berbelit-belitnya struktur pemerintahan modern yang dapat memperlambat prosedur peratifikasian
b. Parlemen kekurangan waktu untuk melakukan penyelidikan-penyelidikan, dan kadang-kadang penyelidikan tersebut memakan waktu yang lama.
c. Traktat sering mengharuskan dikeluarkannya undang-undang baru. Hal ini mengakibatkan penambahan pengeluaran negara.
Keterlabatan proses ratipikasi suatu perjanjian atau traktat yang bersifat multilateral ini dapat membahayakan kestabilan dan keamanan internasional, karena dapat mengakibatkan terjadinya ketimpangan pelaksanaan hukum internasional.
Dengan adanya perjanjian-perjanjian terebut merupakan suatu usaha untuk mendamaikan dan menyelesaikan konflik yang terjadi antarbangsa. Namun selain perjanjian di atas masih banyak usaha yang dilakukan oleh negara-negara yang bersengketa dalam menyelesaikan konflik yang sedang dihadapinya. Misalnya dengan mendatangkan bantuan pihak ketiga sebagai perantara untuk menyelesaikan konflik yang dihadapinya, dengan mengadakan kesepakatan dengan melalui perundingan antara negara-negara yang sedang bersengketa dan ditengahi oleh lembaga-lembaga yang berwenang seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa, dengan mengadakan persetujuan bersama, dan lain sebagainya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment