Thursday, 20 October 2016

PENGERTIAN DAN PROSEDUR PEMBUATAN Perjanjian Internasional


Bertolak pangkal pada pendapat para ahli hukum internasional mengenai pengertian perjanjian internasional secara definitive, tentunya hal ini pun terdapat keanekaragaman pengertian perjanjian internasional tergantung dari sudut pandangnya masing-masing.
a.     Definisi Perjanjian Internasional
Di bawah ini dikemukakan beberapa definisi,antara lain sebagai berikut.
1).    Definisi dari Oppenheim-Lauterpacht, bahwa:
    “Perjanjian Internasional adalah suatu persetujuan antar negara yang menimbulkan hak dan kewajiban di antara pihak.” Jadi disini yang dapat mengadakan (menjadi pihak) perjanjian internasional, hanya negara saja.
2).    Definisi dari G. Schwarzenberger, bahwa:
    “Perjanjian Internasional sebagai suatu persetujuan antara subyek-subyek hukum internasional yang menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum internasional dapat berbentuk bilateral maupun multilateral. Subyek-subyek hukum dalam hal ini selain lembaga-lembaga internasional, juga negara-negara.”
3).    Definisi dari PROF.DR.Mochtar Kusumaatmadja, S.H. LL.M. menyatakan:
    “Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat-akibat hukum.” Di sini yang dapat menjadi pihak dalam perjanjian internasional,selain negara juga lembaga-lembaga internasional.
4).    Definisi dari Konvensi Wina 1969,bahwa:
    “Perjanjian Internasional yaitu perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih, yang bertujuan untuk mengadakan akibat-akibat hukum tertentu.Tegasnya mengatur perjanjian antar negara saja,selaku subyek hukum intenasional”.
Dari definisi di atas,dapatlah ditarik garis persamaan mengenai ciri-ciri dari perjanjian internasional, yaitu: ”Suatu perjanjian atau persetujuan yang dibuat antara subyek-subyek hukum internasional yang satu sama lainnya saling menyetujui/terjadi persesuaian kehendak antara pihak-pihak yang dapat menibulkan hak dan kewajiban-kewajiban dalam bidang internasional.”
Misalnya: Malaysia dalam rangka meningkatkan kedirgantaraan, Malaysia bermaksud hendak membeli pesawat terbang produksi Indonesia (cq. Nurtanio). Maka kewajiban Indonesia adalah mengirimkan pesawat terbang tersebut sesuai dengan pesanannya, sedangkan hak Indonesia adalah memperoleh pembayaran sejumlah uang sebesar harga yang telah disepakati. Begitu juga kewajiban Malaysia membayar harga pesawat yang dikirim itu,sedangkan haknya adalah menerima pesawat terbang tersebut dalam keadaan baik/utuh.Atau Indonesia,Australia,Jeran,Perancis dan Jepang mengadakan perjanjian yang menyangkut kepentingan mereka bersama.Maka Indonesia, Australia, Jerman, Perancis dan Jepang masing-masing mempunyai hak dan kewajiban.

b.     Prosedur Pembuatan Perjanjian Internasional
Ada tiga prosedur yang dilalui oleh suatu negara sebelum membuat atau menandatangani suatu perjanjian internasional,yaitu perundingan, penandatanganan, dan pengesahan.
Dalam tahap perundingan,suatu negara biasanya akan mempertimbangkan terlebih dahulu materi-materi apa yang hendak dicantumkan dalam perjanjian. Apakah perjanjian itu menguntungkan bagi kedua negara atau tidak, apakah perjanjian tersebut tidak akan mengganggu hubungan kedua negara, dan apakah perjanjian tersebut tidak akan menyalahi hukum-hukum internasional. Pada tahap perundingan, sebuah masalah yang hendak dicantumkan dalam perjanjian internasional, dikaji secara matang dari segi politik,ekonomi, dan keamanan oleh kedua negara.
Perundingan dalam rangka perjanjian internasional yang hanya melibatkan dua negara (perjanjian bilateral) lazim disebut talk.Dalam rangka perjanjian multilateral disebut diplomatic conference.
Jika tahap perundingan telah dilalui dan negara-negara sepakat terhadap materi-materi yang dibicarakan dalam perundingan, hal itu berarti telah terjadi persetujuan.Tahap penanda tanganan adalah tahapan yang sangat penting dalam membuat perjanjian internasional. Penandatanganan ini akan menentukan apakah perjanjian tersebut mengikat atau tidak.
 Setelah kedua tahap di atas selesai dilaksanakan,naskah perjanjian kemudian dibawa ke masing-masing negara pesrta untuk dipelajari.Jika isi atau teks perjanjian dianggap telah sesuai dengan kepentingan nasional atau politik luar negeri negara yang bersangkutan, kepala negara akan mengesahkan perjanjian tersebut.
 Seorang kepala negara tidak boleh begitu saja menandatangani atau mengesahkan perjanjian tersebut. Kepala negara harus terlebih dulu meminta persetujuan DPR atau parlemen. Persetujuan parlemen atas suatu perjanjian internasional yang dibuat negaranya disebut ratifikasi.Tujuan diadakannya ratifikasi adalah memberikan kesempatan kepada rakyat atau perwakilan rakyat untuk mengadakan peninjauan atau pengamatan secara seksama,apakah isi perjanjian tersebut menguntungkan atau tidak.
Untuk meratifikasi suatu perjanjian internasional, perlu dilakukan penandatanganan naskah perjanjian oleh badan legislatif untuk meminta persetujuan. Selanjutnya,badan eksekutif membuat piagam ratifikasi. Khusus untuk perjanjian bilateral,diadakan pertukaran piagam ratifikasi oleh kedua negara.
Suatu perjanjian akan batal dan tidak sah jika kedua negara atau lebih yang terlibat dalam perjanjian melakukan pelanggaran terhadap asas pacta sunt servanda. Beberapa hal yang termasuk dalam asas tersebut, antara lain:
1)    Adanya penipuan yang dilakukan oleh negara pembuat perjanjian.Jika penipuan ini terjadi,negara yang dirugikan dapat mebuat pernyataan yang berisi pembatalan perjanjian.
2)    Kecurangan seorang wakil dari suatu negara.
3)    Paksaan dari seorang wakil suatu negara atau paksaan dari suatu negara dengan ancaman atau penggunaan senjata.
Di muka telah dijelaskan, bahwa  dala tata pergaulan internnasional, suatu negara harus menghormati kedaulatan negara lain tanpa terkecuali. Di sini semua  negara memiliki  hak yang sama. Dengan alasan ini suatu negara dapat membatalkan perjanjian yang dibuatnya jika dikemmudian  hari ditemukan unsur-unsur paksaan  dalam perbuatan atau pelaksanaan perjanjian dan adanya paksaan suatu negara terhadap negara yang lainya.
Suatu perjanjian bisa dinyatakan  berakhir apabila terjadi hal-hal sebagai berikut.
1)    Telah tercapainya tujuan perjanjian tersebut.
2)    Masa berlakunya perjanjian tersebut telah habis.
3)    Negara yan terlibat dalam perjanjian tersebut sudah tidak berdaulat lagi bai secara de  facto maupun secara de jure.
4)    Adanya persetujuan dari negara peserta perjanjian untuk mengakhiri perjanjian tersebut.
5)    Adanya perjanjian baru yang sifatnya meniadakan perjanjiain yang lain.
6)    Dipenuhinya syarat-syarat perjanjian tentang berakhirnya  sesuai dengan  ketentuan-ketentuan perjanjian tersebut.
7)    Diakhirinya  perjanjian secara sepihak oleh salah satu peserta  dan diterima oleh pihak lain.

No comments:

Post a Comment