Otonomi daerah mengandung makna beralihnya sebagian besar proses pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan dari pusat ke daerah. Perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan ini memerlukan reorientasi/perubahan peran dan fungsi pemerintah seperti yang dijelaskan dalam UU tentang Pemerintahan Daerah.
Pemerintah daerah bertanggung jawab secara lebih penuh terhadap kebijakan-kebijakan dasar yang diperlukan bagi pembangunan daerah, khususnya yang menyeangkut pembangunan sarana dan prasarana, investasi (dan akses terhadap sumber dana), kebijakan lingkungan, pengembangan sumber daya manusia. Dalam era otonomi daerah dan desentralisasi, efektifitas pemerintah daerah dalam memicu perkembangan ekonomi daerah akan sangat tergantung pada:
1. Kemampuan berafiliasi, yaitu kemampuan bekerjasama, negosiasi dan networking dengan pihak swasta (dalam negeri dan asing), dengan pemerintah daerah lain, institusi dan pemerintah pusat, institusi/pemerintah asing.
2. Kemampuan berpikir strategik, yaitu kemampuan melihat dan mengidentifikasi faktor-faktor dominan dari suatu daerah, yang akan mempengaruhi dan menentukan pembangunan daerah.
3. Sikap kreatif dan inovatif di tingkat pemerintah daerah, yaitu kemampuan untuk menciptakan gagasan-gagasan dan pemikiran-pemikiran baru yang berdampak pada kemajuan ekonomi daerah.
Kreativitas dan sikap inovatif pemerintah daerah dalam menghasilkan gagasan-gagasan baru hanya mungkin dalam suatu pemerintahan yang bersifat terbuka, yang memahami pendapat/pemikiran yang berbeda dan menganggap kreativitas sebagai kebutuhan untuk mencapai perbaikan pengelolaan maupun produk/jasa pelayanan terhadap masyarakat.
Pembangunan ekonomi daerah bukanlah monopoli dan tanggung jawab pemerintah daerah. Pembangunan ekonomi daerah melibatkan multisektor dan pelaku pembangunan, sehingga diperlukan kerjasama dan koordinasi diantara semua pihak yang berkepentingan. Pemerintah daerah di setiap tingkat harus dapat menjadi fasilitator yang dapat memadukan kepentingan berbagai pihak dan meletakkan dasar-dasar kepentingan bersama.
Keterpaduan yang harmonis dan terkoordinasi antara pemerintah daerah dengan lembaga lain, pihak swasta dan lembaga-lembaga nirlaba akan memperlancar tercapainya tujuan pembangunan daerah.
Dalam melaksanakan otonomi daerah, pemerintah dapat membuat kebijakan publik. Kebijakan itu bisa mengatur masalah administrasi, lingkungan hidup, sosial, ekonomi, budaya, dan lain-lain. Kebijakan-kebijakan tersebut bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat. Namun agar pelaksanaan kebijakan ini berjalan dengan baik, maka perlu dipatuhi semua pihak termasuk masyarakat. Tanpa adanya partisipasi dari masyarakat, kebijakan-kebijakan tersebuat tidak ada artinya.
Kebijakan publik dalam arti luas dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kebijakan tertulis dan tidak tertulis (konvensi).
Kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah daerah di antaranya:
1. Peraturan Daerah (Perda) Tingkat I
2. SK Gubernur
3. Peraturan Daerah (Perda) Tingkat II
4. SK Bupati/Walikota
Setiap kebijakan yang diambil tiap daerah akan berbeda denga daerah lainnya. Hal ini karena setiap daerah memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Namun setiap kebijakan yang diambil harus selalu sesuai dengan norma-norma yanng berlaku di Indonesia., misalnya:
1. Norma agama, merupakan ketentuan yang mengatur kehidupan beragama.
2. Norma adat, ketentuan yangmengatur kehidupan masyarakat sesuai dengan tradisi yang diakui secara turun temurun.
3. Norma moral, yaitu ketentuan yang mengautur pergaulan kita sesuai dengan tata kesopanan dan kesusilaan yang berlaku pada masyatrakat umum.
4. Norma hukum, yaitu ketentuan yang megatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang.
Adapun yang termasuk dalam rancangan kebijakan publik antara lain:
1. Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang minuman keras.
2. Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang retribusi pariwisata dan olahraga.
3. Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang reklame.
4. Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang retribusi parkir kendaraan.
5. Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang retribusi hiburan dan pertunjukkan lain.
Keterlibatan rakyat dalam proses pengawasan adalah suatu hak yang dibenarkan. Meskipun secara politik ada wakil-wakil yang duduk dalam lembaga perwakilan yang bertugas melakukan kontrol atas kerja pemerintah. Kontrol masyarakat terhadap pengelolaan dana publik, merupakan bagian dari proses kepemerintahan yang baik. Tidak saja terhadap eksekutif sebagai pelaksana dan pengelola dana publik tetapi juga kontrol terhadap wakil-wakilnya yang duduk di DPR/D.
Bersamaan dengan berkembangnya partisipasi masyarakat daerah di dalam pengambilan keputusan, otonomi daerah kemudian menjadi lebih dipahami sebagai berkaitan dengan peranan masyarakat di dalam pemerintahan daerah.
Banyak orang menyadari bahwa otonomi daerah terjadi di dalam konteks politik tertentu di tingkat nasional. Oleh karena itu, segala langkah harus dilakuakn untuk menjaga agar otonomi daerah itu harus tetap berjalan sesuai dengan yang diinginkan, dengan melakukan monitoring atau pengecekan terhadap langkah/kebijakan yang dilakukan yang telah diambil pemerintah pusat atau daerah.
Masyarakat harus turut berperan serta dalam merumuskan kebijakan publik di daerah. Berikut beberapa alasannya.
1. Mencerminkan Budaya Demokrasi
Sebagaimana yang tertuang dalam pasal 28 UUD 1945, salah satu inti dalam kehidupan berdemokrasi adalah kebebasan berorganisasi, berkumpul, mengeluarkan pendapat baik secra lisan ataupun tulisan. Masyarakat dapat mendukung ataupun menolak kebijakan yang dibuat oleh pejabat negara.
2. Membentuk Mayarakat yang Madani/Taat Hukum
Masyarakat madani adalah masyarakat yang terdiri dari berbagai kelompok masyarakat yang berbeda dan dapat hidup bekerja sama secara damai. Masyarakat yang madani memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. Kemandirian
b. Kesukarelaan
c. Keswasembadaaan
d. Keterkaitan pada nilai-nilai hukum
3. Membentuk Masyarakat Hukum
Masyarakat hukum adalah masyarakat yang patuh terhadap hukum yang berlaku. Mereka terbiasa mengikuti peraturan yang ada. Jika suatu kelompok masyarakat menganggap apa yang diputuskan atau apa yang dijalankan baik oleh legislatif (DPR/D) maupun eksekutif (pemerintah) tidak sesuai dengan aspirasi yang berkembang di hati masyarakat, misalnya menyinggung rasa keadilan masyarakat, dengan dasar hukum tersebut masyarakat mempunyai hak untuk menyampaikan pendapatnya di muka umum dengan bentuk-bentuk sebagai berikut.
a. Unjuk rasa atau demonstrasi
b. Pawai
c. Rapat Umum
d. Mimbar Bebas
4. Meningkatkan Rasa Kekeluargaan
Dengan turut aktif dalam pengambilan keputusan, maka masyarakat akan terbiasa mengajukan usul secara sopan dan menumbuhkan suasana yang penuh kekeluargaan, saling menghormati, dan menghargai.
No comments:
Post a Comment